Banua Mayana Waira

jejak kata dan sisi lain blogger perempuan dari buton tengah

facebook twitter instagram youtube
  • Home
  • About Me
  • Another Blog
    • First Blog
    • Second Blog
  • Disclosure

Artikel ini adalah artikel kolaborasi saya dengan Diah yang harusnya tayang di akhir April lalu, namun karena kemalasan saya sedang kumat, jadilah artikel ini baru tayang hari ini, ckckck sungguh telatnya kebangetan yaa. Tapi bukankah lebih baik telat daripada gak posting sama sekali? Hahaha cari pembenaran banget deh, ckckck 🙄

Baiklah, kali ini tema yang kami pilih adalah "membawa anak ke kantor, yeay or nay?". Silakan baca tulisan Diah dengan tema ini di sini yaa 👇

Bawa Anak ke Tempat Kerja, Yeay or Nay?



Kalo menurut saya, gak ada yang salah saat membawa anak ke kantor, dengan catatan si anak nyaman berada di kantor ayah/ibunya, si anak gak mengganggu kerjaan ayah/ibunya dan paling penting adalah kantor orang tuanya mengizinkan membawa anak saat bekerja karena walau si anak nyaman di kantor dan gak mengganggu tapi kalo kantor gak mengizinkan membawa anak yaa anaknya gak akan mungkin dibawa ke kantor oleh ortunya dong yaa.

Perkara membawa anak ke kantor ortu ini udah saya saksikan sejak dahulu kala saya masih duduk di bangku sekolah dasar dulu. Guru-guru saya, terutama ibu guru, selalu membawa serta anaknya ke sekolah dan si anak ikut mamanya dalam kelas. Saat ibu guru sedang mengajar, si anak duduk manis sambil main di kursi guru. Beragam hal yang dilakukan si anak, mulai dari bermain boneka (kalo anaknya cewek), main robot-robotan (kalo anaknya cowok), menggambar hingga kadang-kadang ikutan corat-coret papan tulis.

Setelah menikah dan punya anak, suami juga sering membawa anak pertama kami yang masih balita ke sekolah tempatnya mengajar. Sama seperti anak guru-guru saya sewaktu SD, saat papanya sedang ngajar, Wahyu sibuk dengan aktivitasnya sendiri misalnya bermain robot yang dibawanya dari rumah, mewarnai gambar pola yang kami download-kan di internet dan beberapa kegiatan lainnya. Anak saya betah ikut papanya ke sekolah karena ia nyaman. Saat ini, suami juga sedang mempertimbangkan membawa anak ketiga kami ke sekolah.

Baca Juga: Buka HP Pasangan, Yeay or Nay?

Berbeda dengan suami, dulu saya gak pernah membawa anak ke kantor hingga berjam-jam lamanya menemani saya bekerja. Di kantor lama saya, pegawai dilarang membawa anak ke kantor. Selain karena suasana kantor gak mendukung adanya anak kecil, dikawatirkan keberadaan mereka akan mengganggu aktivitas orang tuaya selama bekerja. Biasanya anak saya hanya singgah sebentar untuk mengantar saya absen pagi atau datang pada saat sore melihat saya absen pulang. Ia suka banget datang menemui saya ke kantor pada pagi dan sore karena saat saya absen ia juga ikutan absen menempelkan jarinya pada mesin finger print.

Baca Juga: Contoh Surat Resign

Saat ini, setelah menjadi ASN, kantor saya gak melarang pegawainya membawa anak ke kantor. Walau perasaan saya masih belum nyaman membawa anak ke kantor (masih terbiasa dengan larangan di kantor lama) namun sepertinya sekali-sekali saya akan mencoba membawa anak saya ke kantor saat suasana kantor sedang selow dan gak banyak kerjaan.

Oh iyaa, berkaca dari pengalaman suami membawa Wahyu ke sekolah, ada beberapa hal yang mesti diperhatikan sebelum membawa anak ke kantor agar si anak nyaman dan orang tuanya juga tetap bisa bekerja tanpa merasa terganggu, hal-hal tersebut antara lain:

👉🏻 Sebelum membawa anak, pastikan suasana kantor nyaman buat anak-anak

👉🏻 Pastikan bahwa membawa anak ke kantor bukanlah hal terlarang, maksudnya gak ada aturan yang melarang pegawai membawa anaknya ke kantor

👉🏻 Durasi keberadaan anak di kantor orang tua jangan terlalu lama atau sepanjang hari

👉🏻 Jangan membawa anak ketika suasana kantor sedang hectic

👉🏻 Kenyamanan anak adalah yang utama karena itu saat membawa anak ke kantor orang tua harus menyiapkan beberapa hal ini:

  • Si kecil harus memakai pakaian yang nyaman 
  • Makanan dan botol minuman
  • Snack dan botol susu (susu uht)
  • Mainan
Membawa anak ke kantor tentu bukanlah pilihan mudah bagi orang tua. Saya yakin keputusan itu diambil setelah melalui banyak pertimbangan. Jadi kalo ditanyakan pada saya, bawa anak ke kantor, yeay or nay? Jawaban saya adalah yay!

So, apa pendapat kalian tentang orang tua yang membawa anaknya ke kantor? Atau mungkin punya pengalaman membawa anak ke kantor? Yuk ceritakan di kolom komentar! 😉

Share
Tweet
Pin
Share
20 Comments

 


Udah akhir bulan nih, itu artinya saatnya publish artikel kolaborasi bareng Diah. Dan tema yang kami pilih bulan ini adalah "Buka HP Pasangan, Yeay or Nay?".

Mengapa memilih tema ini? Hmmm mengapa yaa? Gak ada alasan spesifik sih, cuman tema ini kayaknya menarik aja untuk dibahas, hehehe 😃. Yang penasaran dengan tulisan Diah, silakan baca artikelnya di sini yaa 👇

Buka HP Pasangan, Yeay or Nay?

Bila pertanyaan di atas diajukan pada saya, maka jawabannya adalah YEAY. Karena sejak masih pacaran dengan suami, saling membuka hape bukanlah hal yang tabu dalam hubungan kami. Saat ketemuan, tanpa sungkan kami saling membuka hape. Saya sering buka hape suami (saat itu masih pacar) dan dia pun tanpa ragu membuka hape saya. Apakah gak merasa dilanggar privasinya? Kalo saya sih, GAK. Suami juga kayaknya gak karena sampe hari ini dia gak pernah keberatan bila saya pegang dan buka hapenya.

Saya ingat, saat kami masih LDR-an dulu, setiap kali ketemuan, sebelum sayang-sayangan, yang pertama saya lakukan adalah ambil hapenya kemudian buka semua percakapannya di whatsapp dan juga buka inbox semua medsosnya. Dia pun sama, buka hape dan kemudian membaca percakapan yang ada di chat pribadi dan grup whatsapp atau bbm (dulu masih jamannya blackberry messenger). Makanya suami tahu hampir semua nama teman yang sering berinteraksi dengan saya.

Namun untuk urusan buka-buka hape ini kayaknya saya lebih antusias daripada suami. Kalo suami membuka hape saya, gak sampe setengah jam udah dilepas sedangkan kalo saya yang buka hape suami, bisa lebih sejam lamanya 🤭🙈

Memang apa sih yang saya lakukan hingga betah banget buka hape suami dengan durasi lama gitu? Untuk buka percakapan whatsapp dan inbox semua medsosnya sih cukup setengah jam, yang bikin lama adalah saya suka buka aplikasi lain di handphonenya seperti shopee dan instagram. Buat yang sering buka shopee (selain untuk belanja), pasti tahu kalo di sana banyak games menarik. Yap, yang saya lakukan adalah main games shopee 🤣. Sedangkan untuk instagram, biasa saya pakai untuk membuka akun saya yang lain yang saat itu sedang ikut collab support like (biasanya saya ikut lebih dari satu akun jadi biar praktis gak perlu gonta-ganti akun dalam satu hp, saya pinjam hape suami untuk menyelesaikan kewajiban).

Ada beberapa alasan yang mendasari kami saling membolehkan membuka hape pasangan:

❤️ Sebagai bentuk keterbukaan. Dengan mengizinkan pasangan membuka atau memegang handphone kita, berarti gak ada hal yang disembunyikan. Kita semua tahu bahwa perselingkuhan dalam rumah tangga kadang dimulai dari chat-chat di medsos atau whatsapp. Mengizinkan pasangan membuka handphone bisa dijadikan sinyal bahwa suami/istri memang satu-satunya pasangan kita (duh, mau nulis bahwa pasangan gak selingkuh aja susah banget cari diksi yang pas, hahaha) 

❤️ Untuk membangun kepercayaan. Bagi saya dan suami, kepercayaan dalam rumah tangga adalah hal penting yang harus selalu dibangun dan dirawat. Mengizinkan pasangan membuka handphone kita berarti gak ada hal mencurigakan yang disembunyikan.

❤️ Bagi kami berdua, buka hape pasangan bukanlah hal yang melanggar privasi

❤️ Karena memang gak ada yang harus ditutupi. Ya, sesimpel ini alasannya. Silakan buka handphone saya sesuka hati dan lihatlah isinya maka kamu akan tahu memang seperti itulah adanya.

Makanya awal-awal mendengar ada suami yang gak mengizinkan istrinya memegang (hanya memegang loh, bukan membuka) handphonenya, saya sempat mengernyitkan dahi dan bertanya dalam hati "kok bisa gitu yaa?". Namun keheranan itu saya tepis perlahan, saya mulai menanamkan dalam pikiran bahwa masing-masing orang punya standar privasi berbeda. Mungkin aja bagi saya dan suami membuka hape pasangan adalah hal normal dan biasa, namun untuk pasangan lain itu hal yang tabu untuk dilakukan. Saya harus belajar memahami bahwa masing-masing pasangan tentu punya aturan berbeda dalam menjalani keseharian mereka.

Kalo kalian, masuk tipe yang mana nih, yeay or nay dalam urusan buka hape pasangan ini? Share jawabanmu di kolom komentar yaa 😉

Share
Tweet
Pin
Share
24 Comments
layangan tidak putus, hehehe

Akhirnya tergoda buat nulis Layangan Putus juga, hahaha 🙈. Kalo cuman sendiri sih sebenarnya agak ogah-ogahan nulis tentang hal ini, namun karena ada teman nulis dengan tema serupa jadilah oke aja deh.

Jadi gini, saya ini kan semangat nulisnya suka timbul tenggelam, antara ada dan tiada gitu deh. Jadi saat nekad buat blog ini dan kemudian men-tld-kannya, akhirnya bingung dong, mau diisi pakai apa nih blog? Dengan mood yang sering berubah ditambah malas pula, membuat blog baru (lagi) adalah kesalahan fatal, lah 2 blog sebelumnya aja udah keteteran dan nyaris gak keurus, masih mau sok-sokan nambah beban baru 🤦‍♀️

Namun karena udah terlanjur, mau gak mau saya harus komit dengan diri sendiri. Sejak didomainkan pada tanggal 4 Januari lalu, dalam hati saya berjanji akan selalu mengisi blog ini (walau mungkin cuman 1 artikel sebulan) 💪🏻

Saat saya posting alamat blog baru ini di whatsapp story, Diah, teman sesama blogger Sultra langsung komen. Dia mengajak saya untuk collab. Gayung pun bersambut, ajakan Diah ini seperti menjawab kekhawatiran saya sebelumnya, kekhawatiran gak bisa ngisi blog ini. Ajakan Diah ini "memaksa" saya untuk menghasilkan minimal 1 artikel di blog ini setiap bulannya. Thank you yaa, Say, sudah berkenan mengajak saya collab 🤗.

Dan kemudian kami sepakati untuk publish artikel collabnya setiap akhir bulan. Dan setelah mendiskusikan tema apa yang akan kami bahas pada bulan pertama ini, kami sepakati untuk membahas Layangan Putus. Jadi begitulah sodara-sodara, mengapa akhirnya tulisan tentang Layangan Putus bisa terbit juga di blog ini 😃.

Silakan baca tulisan Diah tentang layangan putus ini di sini yaa 👇

Layangan Putus

Namun jangan salah, walau judulnya adalah layangan putus, saya gak akan bahas dramanya karena memang gak nonton dramanya. Lalu apa yang akan saya bahas? Agak bingung sebenarnya mau bahas apa karena seperti yang saya bilang tadi, saya gak nonton serialnya. Walau teman-teman kantor hampir setiap hari membahasnya dan berusaha meracuni saya agar mau nonton dramanya, namun hati saya bergeming, sedikitpun gak ada ketertarikan untuk nonton. Entahlah rasanya gak mood aja mau nonton, padahal link untuk nonton drama ini udah tersebar luas di seantero facebook. 

Singkat cerita. Di suatu malam yang sunyi (karena udah tengah malam), saya terbangun dari tidur karena kebelet pipis. Saat itu saya melihat suami belum tidur, ia sedang serius menatap layar laptopnya. Melihatnya seserius itu membuat saya kepo dong, lalu saya mendekatinya dan tahukah kalian apa yang sedang dilakukannya, gaes? Yap, kalian benar, my honey bunny strawberry itu sedang menonton layangan putus (LAYANGAN PUTUS), gaes 😱! Saya shock dibuatnya (lebay deh, hahaha 🤣), kok bisa ia tertarik nonton layangan putus? 

Lalu saya pun bertanya apa alasan yang mendasari keputusannya nonton layangan putus? Jawabannya adalah karena penasaran. Rasa penasaran itu menuntunnya untuk mendownload dramanya dan kemudian menontonnya. Menurut suami, dramanya bagus, akting para pemainnya juga jempolan. Hanya satu kalimat yang keluar dari mulut suami saat saya minta ia menceritakan kembali apa yang sudah ditontonnya. "Aris jahat banget, ia tega menghianati istri dan anaknya demi Lidya, selingkuhannya".

Mendengar jawaban suami, saya bersyukur dengan keputusan yang saya ambil untuk gak nonton serial layangan putus ini. Berikut beberapa alasan yang mendasari saya gak nonton:

  1. Takut gak bisa kontrol emosi 
  2. Takut jadi suudzon sama suami
  3. Beberapa tahun terakhir memang udah gak tertarik nonton sinetron Indonesia, siapapun pemerannya.

Ahh iyaa, saya baru ingat, rupanya ini bukan kali pertama suami saya nonton serial serupa Layangan Putus ini. Tahun lalu, ia juga keranjingan nonton My Lecture My Husband yang secara kebetulan juga diperankan oleh Reza Rahadian. Wahh ternyata suami saya pecinta sinetron, gaes!

Namun ketika saya tanya apakah ia gak tertarik nonton Ikatan Cinta? Jawaban yang keluar dari mulutnya adalah "OGAH!". Hahaha rupanya saya salah, sepertinya ia bukanlah pecinta sinetron melainkan hanya penyuka akting Reza Rahadian saja (?).

Adakah yang sama seperti suami saya, suka pada serial Layangan Putus? Atau malah ogah nonton seperti saya? Yuk bagikan ceritamu di kolom komen 😉 


Share
Tweet
Pin
Share
33 Comments
Older Posts

About me


Hai, Saya Ira. Pemilik sekaligus penulis blog ini. Jika ada pertanyaan  sehubungan dengan tulisan saya atau ingin menjalin kerjasama, silakan  hubungi saya melalui email di  wewahyu2011@gmail.com

Lets's Be Friends

  • facebook
  • Instagram
  • twitter

Followers

Blog Archive

  • ▼  2025 (2)
    • ▼  Mei (2)
      • Teka Teki Silang
      • Bukan Dejavu
  • ►  2024 (8)
    • ►  September (2)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (4)
  • ►  2023 (35)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  April (8)
    • ►  Maret (9)
    • ►  Februari (8)
    • ►  Januari (8)
  • ►  2022 (51)
    • ►  Desember (4)
    • ►  November (4)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (8)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (5)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (5)
  • ►  2021 (9)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (2)

Labels

#Trending A Day In My Life All About Women Beauty & Healthy Collaboration Cuap-cuap Hikmah Of Blablabla Honest Review In My Opinion Info Kece Relationship Tips & Trick ❤️ Produk Indonesia

Total Tayangan Halaman

Recent Comments

`

Recent Posts

Popular Posts

  • Layangan Putus
  • Saat Mimpi Tak Dapat Diraih
  • Review Tokyo Night Deodorant Roll On
  • Minyak Gosok yang Ada di Rumah Kami
  • Hempaskan Virus KDRT Sejak Belum Menikah

Member Of




Created with by BeautyTemplates