Banua Mayana Waira

jejak kata dan sisi lain blogger perempuan dari buton tengah

facebook twitter instagram youtube
  • Home
  • About Me
  • Another Blog
    • First Blog
    • Second Blog
  • Disclosure

Beberapa waktu lalu, saat salah satu anak magang di kantor sedang menyusun berkas pendukung pendaftaran CPNS, iseng-iseng saya melihat ijazahnya dan kemudian terkejut karena ternyata kami sama-sama alumni Makassar walau gak satu kampus.

Pantas aja kami gak pernah bertemu, rupanya ia baru mulai kuliah beberapa tahun setelah saya lulus. Lalu saya pun menyebutkan nama-nama teman satu angkatan saya yang kebetulan satu kampung dengannya. Dan ia balas dengan menyebut nama seseorang yang entah mengapa membuka luka lama di hati saya yang sialnya sampai saat ini belum sembuh juga.

Saya dan si dia yang udah menggoreskan luka itu udah cukup lama gak bertemu. Setiap ada momen yang seharusnya bisa membuat kami bertemu, ada aja alasan yang membuat kami gak bisa hadir di momen itu. Ya, saya dan dia adalah teman sekelas saat SMA. Saat kuliah, kami memilih untuk kuliah di kota yang sama walau beda kampus.

Entah mengapa perkataannya (yang mungkin dianggapnya biasa aja) belasan tahun lalu itu masih membekas banget di hati saya. Dia mungkin udah lupa pernah melontarkan kalimat menyakitkan itu, tapi saya gak akan pernah lupa, saking dalamnya tohokan kalimat menyakitkan itu. Sampai saat ini saya masih bertanya-tanya apakah yang membuatnya tega melontarkan kalimat menyakitkan itu pada saya? Rasa-rasanya saya gak pernah melakukan sesuatu yang melukai hatinya.

Baca Juga: Ketika Rasa Iri Datang Menghampiri

Kini saya paham, mengapa kita selalu diminta untuk menjaga lisan karena ternyata luka akibat lisan itu memang lebih menyakitkan dan traumatis. Kita gak pernah tahu seberapa dalam dan menyakitkan luka yang kita tinggalkan pada korban perkataan kita. Luka akibat pisau pasti dapat diobati dan bekasnya bisa hilang seiring berjalannya waktu, tapi luka yang ditimbulkan akibat kata-kata bisa jadi gak akan pernah sembuh.

Ini menjadi pelajaran yang penting banget buat saya. Karena udah pernah merasakan gimana sakitnya menjadi korban keteledoran lisan seseorang, saya jadi gak pengen orang lain merasakan hal serupa. Setiap kali berkata-kata, saya usahakan untuk memilih diksi yang baik yang gak menyinggung, walau harus saya akui beberapa kali pernah "keseleo lidah" dan setelahnya hati menjadi gelisah. Hati saya seperti udah tersetting otomatis bakalan merasa gak enak dan gelisah bila menyadari ada kalimat yang kurang pantas saya ucapkan pada lawan bicara. Hati saya baru agak enakan setelah memohon maaf dan mendapatkan maaf dari si lawan bicara. 

Menjaga bibir agar selalu mengucapkan kalimat-kalimat yang menenteramkan hati memang sulit, tapi bila dibiasakan pasti bisa. Sampai saat ini saya masih terus belajar untuk menjaga lisan, sebisa mungkin mengucapkan kalimat yang baik dan berusaha mengerem mulut agar gak mengucapkan kalimat yang menimbulkan luka.

So, buat pembaca yang sekiranya pernah saya lukai hatinya baik lewat perbuatan, lisan maupun tulisan, dengan penuh kerendahan hati saya memohon untuk dibukakan pintu maaf 🙏🙏



Share
Tweet
Pin
Share
10 Comments
pic source: pixabay.com

Ada gak sih orang yang gak pernah merasa iri? Jujur aja, saya sering merasa iri. Terlebih pada orang yang kelihatannya mudah banget melakukan hal baik kepada orang lain. Ketika melihat orang seperti itu, saya iri pengen bisa seperti dia. Rasa iri seperti ini biasanya menjadi motivasi untuk saya agar bisa melakukan hal serupa.

Namun rasa iri yang saya maksud dalam tulisan ini bukanlah rasa iri yang bersifat positif seperti itu, melainkan rasa iri yang bersifat negatif yang sifatnya sangat mengganggu karena menyiksa jiwa. Misalnya merasa sakit hati ketika melihat teman bahagia. Kan ada yaa, manusia seperti itu? Merasa senang lihat orang susah dan susah lihat orang senang? Huhuhu 😭

Rasa iri ini bila tidak dikelola dengan baik bisa berbahaya. Lalu apakah saya juga pernah merasa iri yang bersifat negatif ini? Jawabannya adalah iyaa dong (duh jawabnya kok kayak bangga yaa 🙈). Saya ingat, duluuuu banget, ada orang yang walau gak berbuat apa-apa bisa membuat saya iri. Entahlah mengapa bisa seperti itu, yang jelas karena hal itu saya jadi gak suka padanya. Ohh saya ingat, ternyata penyebabnya sepele (bila diingat sekarang), saya naksir seorang cowok tapi cowok tersebut malah pacaran sama si "dia" ini, ckckck sungguh sangat memalukan memang alasannya, hahaha 🤪🙈

Dan walau memalukan, harus saya akui rasa iri itu membuat saya tersiksa. Saya sampai bertanya-tanya pada diri sendiri, kok bisa saya menyimpan rasa iri itu begitu lama? Orang gak berbuat jahat pada saya, kok malah dibenci? Padahal masa pacarannya dengan cowok yang saya taksir juga udah lama berakhir dan saya pun gak merasakan debar-debar asmara pada si cowok itu lagi? Kok bisa bertahun-tahun saya seperti itu, membenci dia dengan alasan yang cemen banget?

Hingga akhirnya saya tersadar ngapain membuang energi untuk hal yang gak bermanfaat? Emang apa salahnya bila dia pacaran dengan cowok yang saya suka? Mengapa perkara cinta monyet bisa sedemikian mempengaruhi kebahagiaan saya? Ckckck, wake up, Ira!




Masalah di atas hanya satu dari beberapa kisah rasa iri yang saya rasakan. Salah satu rasa iri lain yang saya rasakan adalah ketika baru habis lahiran dan melihat para ibu lain gampang mengASIhi bayinya. Sungguh saya iri banget melihat ibu-ibu yang ASInya gampang keluar hingga anaknya gak perlu minum sufor. Berbanding terbalik dengan saya yang walaupun udah melakukan beragam cara dan usaha tapi ASI gak kunjung keluar juga 😭

Lalu masih adakah rasa iri lain yang saya rasakan? Hahaha masih ada sih tapi biarlah saya simpan dalam hati aja gak perlu saya tuliskan di sini. Kalo saya tuliskan, nanti pembaca menilai saya sebagai si tukang iri (padahal mah iyaaa, hahaha 😂🙈).

Tapi beberapa waktu terakhir, alhamdulillah hati saya gak tersiksa oleh rasa iri lagi. Perlahan-lahan saya udah mulai berhasil mengelola hati dan pikiran hingga rasa iri gak muncul dan menyiksa hati saya lagi. Ini beberapa hal yang saya lakukan untuk mengatasi rasa iri yang muncul:
  • Bila melihat kondisi teman yang "memukau" dan terlihat sempurna (yang mengundang rasa iri), maka saya akan mensugesti pikiran dan menanamkan dalam hati bahwa semua manusia pasti punya masalah. Bisa jadi, sebenarnya dia punya persoalan yang lebih pelik namun berhasil menyembunyikannya dan hanya menampilkan hal-hal bahagia di depan publik seperti yang selama ini saya lihat. Saya gak pernah tahu, seberapa kuatnya dia menyembunyikan kesedihan/kegundahan hatinya agar gak diketahui orang lain.
  • Fokus mengembangkan hobi dan kelebihan yang saya miliki. Sejak fokus menekuni hobi menulis, rasanya saya jadi cuek dengan hal yang membuat saya sakit hati dan iri. Saya mulai berpikir, daripada sibuk mikirin kebahagiaan orang lain, lebih baik saya nulis atau nonton. Pikiran jadi lebih plong dan hati pun merasa tenang.
  • Berusaha untuk gak membanding-bandingkan diri saya dengan orang lain. Gak ada manusia yang sempurna di dunia ini, semua manusia pasti punya kelebihan dan kekurangan.
  • Berhenti berhubungan dengan orang yang bikin iri atau sakit hati. Salah satu yang saya lakukan adalah dengan gak memfollow akun sosmednya. Bila kami udah terlanjur berteman di sosmed (misal facebook), maka saya akan unfollow akunnya agar semua yang dia bagikan gak muncul di beranda saya. Ini juga berlaku untuk teman yang suka menebar kebencian dan membagikan link berita provokatif dan hoax.
  • Selalu bersyukur dengan apa yang saya miliki. "Selalu memandang ke atas akan membuat lelah, maka cobalah sekali-sekali memandang ke bawah maka engkau akan tahu betapa banyak hal yang harus disyukuri". Nasehat bijak (atau peribahasa?) ini memang benar banget. Sejak mengamalkannya, hati saya terasa lebih plong. 

Hmmm apa lagi yaa? Sejauh ini itulah 5 langkah yang saya lakukan untuk menghindarkan diri dari rasa iri terhadap orang lain. Harus saya akui, mengelola hati dan pikiran agar gak merasa iri pada orang memang sulit dilakukan tapi bila berusaha, pasti bisa dilakukan.

Btw, pernahkah kamu merasa iri pada orang lain? Jika iyaa, dalam hal apa dan bagaimana caramu mengatasinya?




Share
Tweet
Pin
Share
11 Comments
pic source: pixabay.com

Hari Senin tanggal 28 Juni 2021 lalu saya dan rekan-rekan (yang lolos screening kesehatan) melakukan vaksinasi tahap pertama. Senang banget rasanya, setelah sekian lama menunggu kepastian jadwal, kantor kami akhirnya dapat jadwal juga. Yeay! 🎉

Berbeda dengan rekan yang kebanyakan masih takut melakukan vaksin, saya merasa sangat antusias. Gimana gak antusias, saya takut banget dengan virus ini, di rumah ada lansia dan bayi yang rentan terpapar dari kami yang setiap hari diharuskan keluar rumah dan bertemu banyak orang. Saya ingin banget segera divaksin agar bisa melindungi orang-orang yang saya sayangi yang gak bisa divaksin.

Saking antusianya, agar kondisi saya fit saat divaksin keesokan harinya, malam sebelum vaksin saya tidur lebih cepat dan bangunnya juga lebih pagi dari hari biasanya. Usai apel pagi, saya dan rekan segera bertolak menuju puskesmas terdekat.

Saat tiba di puskesmas, belum banyak orang yang mendaftar. Kami segera menuju ke loket untuk bertanya, oleh petugas loket kami diarahkan untuk mengisi form pendaftaran. Setelah mengisi form, kami diminta menunggu sebelum akhirnya satu per satu dipanggil untuk melakukan pemeriksaan tekanan darah oleh perawat dan screening kesehatan oleh dokter di puskesmas tersebut.

Setelah dinyatakan layak vaksin oleh dokter, saya (dan rekan) diminta untuk menandatangani surat persetujuan vaksin. Dokter juga memberitahu jenis vaksin yang akan disuntikkan pada kami dan semua yang melakukan vaksinasi pada hari itu, yakni jenis Vaksin Sinovac. Setelah itu dipersilakan menuju kursi berikutnya untuk divaksin oleh bidan yang biasa memvaksin anak saya di posyandu.

Lalu gimana rasanya disuntik vaksin? Hmmm gimana yaa? Biasa aja sih. Mungkin karena saya udah lama menantikan vaksinasi ini jadi saat disuntik saya gak merasakan apa-apa. Prosesnya cepat banget. Rasanya lebih sakit suntik KB dibanding suntik vaksin covid-19 ini karena jarum yang digunakan adalah jarum yang biasa dipakai untuk imunisasi bayi.


kami sudah divaksin. kamu kapan? 😁

Setelah vaksin kami belum diperbolehkan pulang. Kami diminta untuk duduk di kursi yang disediakan selama 30 menit, tujuannya untuk melihat reaksi tubuh setelah menerima vaksin. Kesempatan ini kami gunakan untuk foto-foto dan posting fotonya di medsos 😂 

Sama seperti suami, Alhamdulillah saya gak merasakan efek vaksin seperti yang dirasakan orang-orang, misalnya jantung berdebar, nafsu makan meningkat, ngantuk yang berkepanjangan, demam dan beragam efek lain. Saya hanya merasa sedikit pegal di lengan beberapa jam setelah vaksin namun rasa pegalnya berangsur hilang setelah saya istirahat.

Berikut beberapa hal yang saya dan suami lakukan sebelum divaksin:
🌻 Tidur lebih awal dari hari-hari biasanya agar bangun pagi lebih segar
🌻 Sebelum tidur, minum suplemen
🌻 Jangan lupa sarapan
🌻 Setelah vaksin, istirahat yang cukup

Dengan melakukan 4 hal di atas, Alhamdulillah kondisi kami setelah vaksin baik-baik saja, gak merasakan efek yang mengganggu kesehatan.

Vaksin tahap kedua saya rencananya akan dilakukan pada tanggal 26 Juli 2021 ini. Namun karena di tanggal tersebut bertepatan dengan waktu prajabatan, rencananya saya baru akan melakukan vaksin tahap dua setelah pulang dari prajabatan. Hal ini sudah saya tanyakan pada dokter, apakah bisa vaksin tahap kedua diundur dari tanggal yang ditetapkan? Dokter menjawab bisa. 

Itulah sekilas cerita tentang pengalaman saya melakukan vaksinasi covid-19 tahap satu menggunakan vaksin sinovac. Apakah kamu sudah mendapat vaksinasi covid-19 juga? Bila sudah, yuk ceritakan pengalamanmu di kolom komen, tapi bila belum, segera daftarkan dirimu ke pelayanan kesehatan terdekat atau via online di laman vaksin.loket.com atau di aplikasi Peduli Lindungi 😊


Share
Tweet
Pin
Share
11 Comments

 
Awal bulan Maret tahun 2021 ini saya mengundurkan diri dari perusahaan tempat saya bekerja setelah lebih dari sepuluh tahun mengabdi sebagai seorang staf administrasi. Gimana rasanya resign? Hmmm gimana yaa? Yang jelas pasti sedihlah soalnya harus ninggalin rekan-rekan yang udah seperti saudara sendiri.
Share
Tweet
Pin
Share
No Comments

Haiii, kita bertemu lagi di rumah yang berbeda. Iya nih, saya nekad buat blog lagi padahal 2 blog sebelumnya belum maksimal diisi. Tapi gimana dong saya pengen buat, jadi gak papa lah yaa, ambil positifnya aja, semoga dengan hadirnya blog ketiga ini semangat nulis saya yang semula "yaa gitu deh" bisa jadi menggelora sehingga bisa mempublish 1 artikel  di setiap blog setiap minggu. Aminkan, gaes! Aamiiiin 🤲🙏.

 

Share
Tweet
Pin
Share
No Comments
Newer Posts

About me


Hai, Saya Ira. Pemilik sekaligus penulis blog ini. Jika ada pertanyaan  sehubungan dengan tulisan saya atau ingin menjalin kerjasama, silakan  hubungi saya melalui email di  wewahyu2011@gmail.com

Lets's Be Friends

  • facebook
  • Instagram
  • twitter

Followers

Blog Archive

  • ▼  2025 (1)
    • ▼  Mei (1)
      • Dejavu?
  • ►  2024 (8)
    • ►  September (2)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (4)
  • ►  2023 (35)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  April (8)
    • ►  Maret (9)
    • ►  Februari (8)
    • ►  Januari (8)
  • ►  2022 (51)
    • ►  Desember (4)
    • ►  November (4)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (8)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (5)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (5)
  • ►  2021 (9)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (2)

Labels

#Trending A Day In My Life All About Women Beauty & Healthy Collaboration Cuap-cuap Hikmah Of Blablabla Honest Review In My Opinion Info Kece Relationship Tips & Trick ❤️ Produk Indonesia

Total Tayangan Halaman

Recent Comments

`

Recent Posts

Popular Posts

  • Layangan Putus
  • Saat Mimpi Tak Dapat Diraih
  • Review Tokyo Night Deodorant Roll On
  • Minyak Gosok yang Ada di Rumah Kami
  • Hempaskan Virus KDRT Sejak Belum Menikah

Member Of




Created with by BeautyTemplates