Ketika Rasa Iri Datang Menghampiri

by - Juli 15, 2021

pic source: pixabay.com

Ada gak sih orang yang gak pernah merasa iri? Jujur aja, saya sering merasa iri. Terlebih pada orang yang kelihatannya mudah banget melakukan hal baik kepada orang lain. Ketika melihat orang seperti itu, saya iri pengen bisa seperti dia. Rasa iri seperti ini biasanya menjadi motivasi untuk saya agar bisa melakukan hal serupa.

Namun rasa iri yang saya maksud dalam tulisan ini bukanlah rasa iri yang bersifat positif seperti itu, melainkan rasa iri yang bersifat negatif yang sifatnya sangat mengganggu karena menyiksa jiwa. Misalnya merasa sakit hati ketika melihat teman bahagia. Kan ada yaa, manusia seperti itu? Merasa senang lihat orang susah dan susah lihat orang senang? Huhuhu 😭

Rasa iri ini bila tidak dikelola dengan baik bisa berbahaya. Lalu apakah saya juga pernah merasa iri yang bersifat negatif ini? Jawabannya adalah iyaa dong (duh jawabnya kok kayak bangga yaa 🙈). Saya ingat, duluuuu banget, ada orang yang walau gak berbuat apa-apa bisa membuat saya iri. Entahlah mengapa bisa seperti itu, yang jelas karena hal itu saya jadi gak suka padanya. Ohh saya ingat, ternyata penyebabnya sepele (bila diingat sekarang), saya naksir seorang cowok tapi cowok tersebut malah pacaran sama si "dia" ini, ckckck sungguh sangat memalukan memang alasannya, hahaha 🤪🙈

Dan walau memalukan, harus saya akui rasa iri itu membuat saya tersiksa. Saya sampai bertanya-tanya pada diri sendiri, kok bisa saya menyimpan rasa iri itu begitu lama? Orang gak berbuat jahat pada saya, kok malah dibenci? Padahal masa pacarannya dengan cowok yang saya taksir juga udah lama berakhir dan saya pun gak merasakan debar-debar asmara pada si cowok itu lagi? Kok bisa bertahun-tahun saya seperti itu, membenci dia dengan alasan yang cemen banget?

Hingga akhirnya saya tersadar ngapain membuang energi untuk hal yang gak bermanfaat? Emang apa salahnya bila dia pacaran dengan cowok yang saya suka? Mengapa perkara cinta monyet bisa sedemikian mempengaruhi kebahagiaan saya? Ckckck, wake up, Ira!




Masalah di atas hanya satu dari beberapa kisah rasa iri yang saya rasakan. Salah satu rasa iri lain yang saya rasakan adalah ketika baru habis lahiran dan melihat para ibu lain gampang mengASIhi bayinya. Sungguh saya iri banget melihat ibu-ibu yang ASInya gampang keluar hingga anaknya gak perlu minum sufor. Berbanding terbalik dengan saya yang walaupun udah melakukan beragam cara dan usaha tapi ASI gak kunjung keluar juga 😭

Lalu masih adakah rasa iri lain yang saya rasakan? Hahaha masih ada sih tapi biarlah saya simpan dalam hati aja gak perlu saya tuliskan di sini. Kalo saya tuliskan, nanti pembaca menilai saya sebagai si tukang iri (padahal mah iyaaa, hahaha 😂🙈).

Tapi beberapa waktu terakhir, alhamdulillah hati saya gak tersiksa oleh rasa iri lagi. Perlahan-lahan saya udah mulai berhasil mengelola hati dan pikiran hingga rasa iri gak muncul dan menyiksa hati saya lagi. Ini beberapa hal yang saya lakukan untuk mengatasi rasa iri yang muncul:
  • Bila melihat kondisi teman yang "memukau" dan terlihat sempurna (yang mengundang rasa iri), maka saya akan mensugesti pikiran dan menanamkan dalam hati bahwa semua manusia pasti punya masalah. Bisa jadi, sebenarnya dia punya persoalan yang lebih pelik namun berhasil menyembunyikannya dan hanya menampilkan hal-hal bahagia di depan publik seperti yang selama ini saya lihat. Saya gak pernah tahu, seberapa kuatnya dia menyembunyikan kesedihan/kegundahan hatinya agar gak diketahui orang lain.
  • Fokus mengembangkan hobi dan kelebihan yang saya miliki. Sejak fokus menekuni hobi menulis, rasanya saya jadi cuek dengan hal yang membuat saya sakit hati dan iri. Saya mulai berpikir, daripada sibuk mikirin kebahagiaan orang lain, lebih baik saya nulis atau nonton. Pikiran jadi lebih plong dan hati pun merasa tenang.
  • Berusaha untuk gak membanding-bandingkan diri saya dengan orang lain. Gak ada manusia yang sempurna di dunia ini, semua manusia pasti punya kelebihan dan kekurangan.
  • Berhenti berhubungan dengan orang yang bikin iri atau sakit hati. Salah satu yang saya lakukan adalah dengan gak memfollow akun sosmednya. Bila kami udah terlanjur berteman di sosmed (misal facebook), maka saya akan unfollow akunnya agar semua yang dia bagikan gak muncul di beranda saya. Ini juga berlaku untuk teman yang suka menebar kebencian dan membagikan link berita provokatif dan hoax.
  • Selalu bersyukur dengan apa yang saya miliki. "Selalu memandang ke atas akan membuat lelah, maka cobalah sekali-sekali memandang ke bawah maka engkau akan tahu betapa banyak hal yang harus disyukuri". Nasehat bijak (atau peribahasa?) ini memang benar banget. Sejak mengamalkannya, hati saya terasa lebih plong. 

Hmmm apa lagi yaa? Sejauh ini itulah 5 langkah yang saya lakukan untuk menghindarkan diri dari rasa iri terhadap orang lain. Harus saya akui, mengelola hati dan pikiran agar gak merasa iri pada orang memang sulit dilakukan tapi bila berusaha, pasti bisa dilakukan.

Btw, pernahkah kamu merasa iri pada orang lain? Jika iyaa, dalam hal apa dan bagaimana caramu mengatasinya?




You May Also Like

11 Comments

  1. Pernah dong Aku iri. Pernah banget. Padahal ya setelah diliat-liat dia emang punya apa yg aku idamkan, tapi ternyata apa yg aku punya dia enggak punya. Jadi kayak hidup itu sebenarnya seadil itu loh. Aku kadang malah sampai denki, Yaa ampun Aku jahat yaaa

    BalasHapus
  2. Mungkin bahasa yang lagi in saat ini adalah insecure. Insecure saat melihat orang lain mendapat nikmat dari-Nya, walaupun sebenarnya kita juga nggak yang kekurangan amat. Namun tetep aja, rasanya ga terima aja liat orang lain kelihatan bahagia.

    I've been there.

    Emang rasanya gatel aja mikir ini itu dan ngeluh kenapa orang itu lebih bahagia, kenapa si anu mendapatkan apa yang kita mau dsb. Yang biasanya saya lakukan ketika perasaan ini muncul adalah banyakin istighfar dan menerima perasaan itu sebagai sesuatu yang lumrah. Sambil meyakinkan diri kalau saya pun juga menerima banyak dari-Nya. Bahkan mungkin di mata orang lain, hidup saya ini adalah hidup yang mereka idamkan.

    Jadi kenapa nggak disuyukuri aja kalau begitu.

    BalasHapus
  3. wah pasti pernah Mbak Ira, aku pernah merasa iri kepada orang yang "di atas"ku semacam prestasinya gitu. lalu kalau kepikiran aku langsung segera belajarku, supaya melejit seperti mereka. Pernah juga iri-iri remeh gitu mbak ketika melihat mereka lebih "beruntung".
    aku langsung membatasi diri ke sosmed, perbanyak ilmu agama dengerin ceramah2 tentang hati, lau perbanyak dzikir sih mbak.

    tapi aku salut kok sama mbak ira dengan menulisnya sudah membantu diri merilis emosi negatif dari diri. tetep semangat mbak.

    BalasHapus
  4. Setiap orang pasti pernah merasa iri. Baik itu iri yang kemudian memunculkan sisi positif atau iri yang bersifat negatif.

    Hanya saja, kembali pada personal sih ya. Apakah ingin bertahan dengan rasa iri dan enggan memperbaiki diri atau sebaliknya. Hehehe

    BalasHapus
  5. dulu banget aku sering iri sama pencapaian orang lain. Dan sering sedih karena jalan hidupku kok kerasa berat dan nggak mulus gitu.

    ternyata, semua bias, belum tentu hidup orang yang aku lihat mulus itu sama seperti kenyataannya. Pun akhirnya aku menyadari ternyata dibalik semua kesusahan ada banyak hikmah yang bisa aku ambil. sekarang, meminimalisir sifat iri.

    BalasHapus
  6. Nah sama kita mba, pernah iri karena asi, dulu teman saya pas pumping di kantor asinya mluap2, tapi aq engga. Lalu dihibur sama mama, bahwa asi ga perlu banyak yg penting cukup..dan memamg alhamduliilah cukup samoe usia anak 2 th

    BalasHapus
  7. Wahhh rasa irinya hampir mirip-mirip sama sih mb, bahkan ada yang masih membekas hingga saat ini. Tapi yaa gak diinget-inget terus, paling cuma angin lalu sajalah yang dimana bisa kapan-kapan ingat begitu saja. Tapi memang betul, kita harus bisa mengelola mood kita yah dari hati dan pikiran agar tidak mudah iri pada kondisi orang lain, dan harus selalu bersyukur atas apa yang kita miliki

    BalasHapus
  8. Suka banget dengan poin-poin closingnya. Juga sepakat pake banyak. Secara, satu-satunya yang bisa kita kontrol maksimal, ya diri kita sendiri.
    Lingkar pertemanan yang toksik, mending ditendang jauh ke Timbuktu.

    Semangat selalu positive vibes^^

    BalasHapus
  9. Pernah banget merasa iri, Mbak. Lihat teman-teman usahanya pada lancar, cari kerja mudah. Lah saya nyari kerja dulu susaj banget. Giliran dapat gaji kecil.

    Iya, iri hati itu sangat menyiksa, sampai akhirnya menyadari kalau iri terus kapan bisa berhasil dan maju.

    Kunci utama memang harus bersyukur apa yang kita miliki.

    BalasHapus
  10. Pernah juga saya iri Mbak, hampir mirip dengan Mbak, karena saya tak bisa meng ASI hi ketiga putra putri saya dengan penuh, hanya beberapa bulan hingga minggu saja. Tapi, mungkin ini sudah dari sananya, jadi berusaha untuk afirmasi positif aja.

    BalasHapus
  11. Aku sedang melakukan poin ke 4 dan 5. Perasaan iri yang kurasakan hampir sama dengan mbak. Orangnya tidak berbuat jahat sama aku, tapi aku kesal dan iri ke dia. Yang aku irikan juga nggak tau apa hahhaha. Setelah kutelusuri iri ini muncul karena dia sering cerita halu ke aku. Jadi, kalau dia lagi cerita halu, aku iri sama halu dia. padahal aku tau dia lagi halu. ah rumit kan. makanya ku putuskan saja kontaknya.

    BalasHapus

Bikin acar dari kedondong
Setelah dibaca, minta komennya dong! 😉